SEJARAH KABUPATEN CIAMIS
Menurut
sejarawan W.J Van der Meulen, Pusat Asli Daerah (kerajaan) Galuh, yaitu
disekitar Kawali (Kabupaten Ciamis sekarang). Selanjutnya W.J Van der Meulen
berpendapat bahwa kata “galuh”, berasal dari kata “sakaloh” berarti “dari
sungai asalnya”, dan dalam lidah Banyumas menjadi “segaluh”. Dalam Bahasa
Sansekerta, kata “galu” menunjukkan sejenis permata, dan juga biasa
dipergunakan untuk menyebut puteri raja (yang sedang memerintah) dan belum
menikah.
Sebagaimana
riwayat kota-kabupaten lain di Jawa Barat, sumber-sumber yang menceritakan
asal-usul suatu daerah pada umumnya tergolong historiografi tradisional yang
mengandung unsur-unsur mitos, dongeng atau legenda disamping unsur yang bersifat
historis. Naskah-naskah ini antara lain Carios Wiwitan Raja-raja di Pulo Jawa,
Wawacan Sajarah Galuh, dan juga naskah Sejarah Galuh bareng Galunggung, Ciung
Wanara, Carita Waruga Guru, Sajarah Bogor. Naskah-naskah ini umumnya ditulis
pada abad ke-18 hingga abad ke-19. Adapula naskah-naskah yang sezaman atau
lebih mendekati zaman Kerajaan Galuh. Naskah-naskah tersebut, diantaranya
Sanghyang Siksakanda ‘Ng Karesian, ditulis tahun 1518, ketika Kerajaan Sunda
masih ada dan Carita Parahyangan, ditulis tahun 1580.
Berdirinya
Galuh sebagai kerajaan, menurut naskah-naskah kelompok pertama tidak terlepas
dari tokoh Ratu Galuh sebagai Ratu Pertama. Dalam laporan yang ditulis Tim
Peneliti Sejarah Galuh (1972), terdapat berbagai nama kerajaan sebagai berikut:
Kerajaan Galuh Sindula (menurut sumber lain, Kerajaan Bojong Galuh) yang
berlokasi di Lakbok dan beribukota Medang Gili (tahun 78 Masehi?); Kerajaan
Galuh Rahyang berlokasi di Brebes dengan ibukota Medang Pangramesan; Galuh
Kalangon berlokasi di Roban beribukota Medang Pangramesan; Galuh Lalean
berlokasi di Cilacap beribukota di Medang Kamulan; Galuh Pataruman berlokasi di
Banjarsari beribukota Banjar Pataruman; Galuh Kalingga berlokasi di Bojong
beribukota Karangkamulyan; Galuh Tanduran berlokasi di Pananjung beribukota
Bagolo; Galuh Kumara berlokasi di Tegal beribukota di Medangkamulyan; Galuh
Pakuan beribukota di Kawali; Pajajaran berlokasi di Bogor beribukota Pakuan;
Galuh Pataka berlokasi di Nanggalacah beribukota Pataka; Kabupaten Galuh Nagara
Tengah berlokasi di Cineam beribukota Bojonglopang kemudian Gunungtanjung;
Kabupaten Galuh Imbanagara berlokasi di Barunay (Pabuaran) beribukota di
Imbanagara dan Kabupaten Galuh berlokasi di Cibatu beribukota di Ciamis (sejak
tahun 1812).
Untuk
penelitian secara historis, kapan Kerajaan Galuh didirikan, dapat dilacak dari
sumber-sumber sezaman berupa prasasti. Ada prasasti yang memuat nama “Galuh”,
meskipun nama tanpa disertai penjelasan tentang lokasi dan waktunya. Dalam
prasasti berangka tahun 910, Raja Balitung disebut sebagai “Rakai Galuh”. Dalam
Prasasti Siman berangka tahun 943, disebutkan bahwa “kadatwan rahyangta I mdang
I bhumi mataram ingwatu galuh”. Kemudian dalam sebuah Piagam Calcutta
disebutkan bahwa para musuh penyerang Airlangga lari ke Galuh dan Barat, mereka
dimusnahkan pada tahun 1031 Masehi. Dalam beberapa prasasti di Jawa Timur dan
dalam Kitab Pararaton (diperkirakan ditulis pada abad ke-15), disebutkan sebuah
tempat bernama “Hujung Galuh” yang terletak di tepi sungai Brantas. Nama Galuh
sebagai ibukota disebut berkali-kali dalam naskah sebuah prasasti berangka
tahun 732, ditemukan di halaman Percandian Gunung Wukir di Dukuh Canggal (dekat
Muntilan sekarang).
Pada
bagian carita Parahyangan, disebutkan bahwa Prabu Maharaja berkedudukan di
Kawali. Setelah menjadi raja selama tujuh tahun, pergi ke Jawa terjadilah
perang di Majapahit. Dari sumber lain diketahui bahwa Prabu Hayam Wuruk, yang
baru naik tahta pada tahun 1350, meminta Puteri Prabu Maharaja untuk menjadi
isterinya. Hanya saja, konon, Patih Gajah Mada menghendaki Puteri itu menjadi
upeti. Raja Sunda tidak menerima sikap arogan Majapahit ini dan memilih
berperang hingga gugur dalam peperangan di Bubat. Puteranya yang bernama
Niskala Wastu Kancana waktu itu masih kecil. Oleh karena itu kerajaan dipegang
Hyang Bunisora beberapa waktu sebelum akhirnya diserahkan kepada Niskala Wastu
Kancana ketika sudah dewasa. Keterangan mengenai Niskala Wastu Kancana, dapat
diperjelas dengan bukti berupa Prasasti Kawali dan Prasasti Batutulis serta
Kebantenan.
Pada tahun
1595, Galuh jatuh ke tangan Senapati dari Mataram. Invasi Mataram ke Galuh
semakin diperkuat pada masa Sultan Agung. Penguasa Galuh, Adipati Panaekan,
diangkat menjadi Wedana Mataram dan cacah sebanyak 960 orang. Ketika Mataram
merencanakan serangan terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628, massa Mataram di
Priangan bersilang pendapat. Rangga Gempol I dari Sumedang misalnya,
menginginkan pertahanan diperkuat dahulu, sedangkan Dipati Ukur dari Tatar
Ukur, menginginkan serangan segera dilakukan. Pertentangan terjadi juga di
Galuh antara Adipati Panaekan dengan adik iparnya Dipati Kertabumi, Bupati di
Bojonglopang, anak Prabu Dimuntur keturunan Geusan Ulun dari Sumedang. Dalam
perselisihan tersebut Adipati Panaekan terbunuh tahun 1625. Ia kemudian diganti
puteranya Mas Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Garatengah (Cineam
sekarang).
Pada masa
Dipati Imbanagara, ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Garatengah (Cineam)
ke Calingcing. Tetapi tidak lama kemudian dipindahkan ke Bendanagara
(Panyingkiran). Pada Tahun 1693, Bupati Sutadinata diangkat VOC sebagai Bupati
Galuh menggantikan Angganaya. Pada tahun 1706, ia digantikan pula oleh
Kusumadinata I (1706-1727).
Pada
pertengahan abad ke-19, yaitu pada masa pemerintahan R.A.A. Kusumadiningrat
menjadi Bupati Galuh, pemerintah kolonial sedang giat-giatnya melaksanakan
tanam paksa. Rakyat yang ada di Wilayah Galuh, disamping dipaksa menanam kopi
juga menanam nila. Untuk meringankan beban yang harus ditanggung rakyat, R.A.A.
Kusumadiningrat yang dikenal sebagai “Kangjeng Perbu” oleh rakyatnya, membangun
saluran air dan dam-dam untuk mengairi daerah pesawahan. Sejak Tahun 1853,
Kangjeng Perbu tinggal di kediaman yang dinamai Keraton Selagangga.
Antara tahun 1859-1877, dilakukan pembangunan gedung di ibu kota kabupaten. Disamping itu perhatiannya terhadap pendidikan pun sangat besar pula. Kangjeng Perbu memerintah hingga tahun 1886, dan jabatannya diwariskan kepada puteranya yaitu Raden Adipati Aria Kusumasubrata.
Pada tahun 1915, Kabupaten Galuh dimasukkan ke Keresidenan Priangan, dan secara resmi namanya diganti menjadi Kabupaten Ciamis.
0 komentar:
Posting Komentar